Translate

Wednesday, September 26, 2007

Epistemologi Ekonomi Islam

Menelaah Pemikiran Assoc. Prof. Dr. Ugi Suharto

Epistemologi secara sederhana adalah faham ilmu menurut Islam atau dengan kata lain, apa itu ilmu menurut Islam, apa sumber-sumbernya dan apa tingkatan-tingkatannya. Sumber epistemologi barat hanya sampai pada panca indera (empiris/empiricists) (contohnya adalah law of demand and supply, karena hukum ini lahir dari hasil observasi manusia terhadap realitas) dan akal (rasio/positivism) (matematik:statistik dan ekonomitrik) saja, epistemologi Islam tidak hanya empiris, rasionalis dan juga wahyu (khabar sadiq/berita yang benar) (contohnya larangan riba, perintah shodaqoh dan zakat, dll). Ada Khabar Muthawatir, adalah berita yang disampaikan oleh orang banyak dari generasi ke generasi, contohnya kita bisa tahu adanya Aristoteles karena sejarah mengatakan hal itu. Khabar Sadiq adalah berita dari Rasul saw. yang didukung oleh mu’jizat, yang diterima oleh Rasul dan terangkum dalam Alquran dan Sunnah. Dan kabar ini merupakan sumber ilmu, disamping empiris dan rasionalis. Contohnya adanya berita tentang hidup setelah mati, hal ini tidak bisa dipastikan oleh akal dan panca indera. Tetapi berita dari Rasul memberikan kepastian akan berita tersebut. Karena tujuan ilmu itu adalah untuk mencapai kepastian dan keyakinan, maka akal dan panca indera saja tidak tidak sempurna untuk mencapai ilmu tadi. Inilah diantara faham ilmu dan Epistemologi Islam.

Epistemologi Islam itu adalah bagian dari Akidah Islam, maka membangun ekonomi Islam yang berdasarkan akidah Islam , dalam hal ini epistemologi Islam adalah perlu. Ekonomi Islam lebih menekankan pada kebahagiaan (sa’adah) dan bukan menekankan pada ekonomi kekayaan. Yang miskin bisa juga bahagian sebagimana orang kaya, pada hari banyak orang kaya tetapi belum tentu bahagia. Berapa banyak negara kaya, tetapi tingkat bunuh diri, perceraian dan anak-anak lahir diluar nikah, dikalangan penduduknya semakin tinggi.

Ekonomi Islam adalah gabungan hal-hal yang bersifat normative dan positive. Ekonomi Islam adalah integrasi (Dr. Ugi sangat gencar mempromosikan integrasi ilmu agama dan umum, dan ini menurutnya adalah bagian dari islamisasi ilmu, salah satu bagian dari islamisasi ilmu seperti dilontarkan oleh Naquib al-Attas adalah dewesternisation of knowledge atau membauang pengaruh epistemologi barat dari ilmu-ilmu kontemporer) antara Islamic Studies dan economics. Studi islam itulah yang menjadi hard-core dan fardu ’ain, sedangkan studi ekonomi nya adalah fardu kifayah. Menurut Dr. Ugi Suharto ilmu Fardu ’ain adalah untuk kebahagiaan manusia itu sendiri untuk didunia dan akhirat, contohnya adalah aqidah, syariah dan akhlak sedangkan fardu kifayah dalam hal ini ilmu ekonomi untuk kebahagiaan masyarakat di dunia ini khususnya.

Ilmu ekonomi Islam sebagaimana juga ilmu ekonomi konvensional mempunyai bagian hard-core yang tidak bisa diganggu gugat. Hal ini berhubungan erat dengan nilai dan pandangan hidup (world view) Islam itu sendiri. Sebagai satu science, Ilmu ekonomi konvensional lahir dari suasana peradaban barat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan peradaban barat itu sendiri. Jika orang barat menganggap bunga itu baik untuk ekonomi mereka, maka science of economics diciptakan untuk menjustifikasi nilai tersebut. Oleh karena itu dalam pembahasan factor of production, imbalan atau return bagi capital adalah interest. Buku teks ekonomi manapun tidak ada yang mempertanyakan hal itu. Ketika capital identik dengan interest, maka jika muncul capitalism, system bungan sudah tentu dianggap wajar, dan lembaga yang melicinkan lagi praktik interest itu adalah perbankan.

No comments: