Translate

Wednesday, September 26, 2007

Uang dan Kehidupan

Uang dan Kehidupan
Perjalanan hidup selama setahun hampir terlalui.
Hanya rutinitas kerja, mencari nafkah yang mendominasi perjalanan hidup kita.
Kualitas jasadlah, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia yang menjadi fokus perhatian kita selama setahun ini.
Lima hari dalam seminggu, perjalanan hidup kita hanyalah berangkat kerja di pagi hari dan pulang kerja di sore atau malam hari, keesokan harinya rutinitas berlanjut seperti biasa.
Inilah perjalanan hidup yang “mendunia” pada saat ini.

Dimana tujuan utama pemanfaatan waktu adalah mencari nafkah alias uang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup.

Analogi uang dalam kehidupan zaman ini, iibaratkan sebagai “oli”. Kalau hidup diibaratkan dengan mesin, maka uang adalah oli untuk menghidupkan mesin tersebut. Oli tersebut harus selalu ada dan mengalir sehingga kita bisa menjaga kelangsungan kehidupan kita, Benarkah ini yang dinamakan kehidupan ?

Setiap hari, perhatian dan kecenderungan manusia adalah berpikir, mencari, dan hidup untuk menghasilkan uang.

How to earn money?

Bagaimana saya bisa menghasilkan uang melalui perantaraan pendidikan?

Bagaimana saya bisa menghasilkan uang melalui perantaraan usaha mandiri?

Bagaimana saya bisa menghasilkan uang dengan mengkorupsi uang rakyat?

Bagaimana saya bisa menghasilkan uang banyak, untuk membahagiakan keluarga?

Bagaimana saya bisa menghasilkan uang, supaya bisa menderma kepada orang miskin?

Inilah zaman dimana uang adalah segala-galanya, yang bukan lagi dianggap sebagai salah satu alat untuk hidup, tapi uang sudah iibaratkan sebagai kehidupan sendiri. Kalau ada pertanyaan, apakah yang paling berharga uang atau manusia? Maka pada zaman sekarang jawabannya adalah uang, karena realitas zaman menjawab dengan uang orang saling bunuh, karena uang orang bertengkar, karena uang orang mencaci dan berbohong. Inilah nilai uang zaman sekarang, transformasi kedudukan uang yang sangat drastis. Dulu fungsi uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), sekarang fungsi uang menempati hierarki pertama dalam kehidupan manusia. Sebegitu dahsyatkah kedudukan uang sekarang?

Uang Pada zaman sekarang

“Seribu satu macam fungsi dan kegunaan uang di zaman sekarang telah memposisikan uang sebagai sumber utama kehidupan (primary sources of life)”. Inilah beberapa ilustrasi untuk menjelaskannya:

Dengan uang Anda bisa mendapatkan “kesadaran spiritual” maupun “kecerdasan emosional”. Hanya dengan membayar sejumlah uang, Anda sudah bisa mengikuti jenis pelatihan yang “menjanjikan” output “hidayah” dari Tuhan, sehingga pada zaman ini untuk menjadi seorang yang “sholeh” atau seseorang yang cerdas secara spiritual Anda hanya perlu untuk menyisihkan sejumlah uang, dengan metode pelatihan yang instant untuk mendapatkan predikat sadar secara spiritual.

Dengan uang Anda bisa mendapatkan fasilitas yang nyaman untuk melakukan ibadah haji. Hotel yang nyaman, lokasi dekat dengan Ka’bah, pembimbing haji seorang “ulama” yang mumpuni. Maka dengan uang, bisa mempermudah Anda mendapatkan predikat “Haji Mabrur”.

Dengan uang Anda bisa bisa sekolah, Anda bisa memperoleh gelar untuk digunakan dalam pencarian kerja, ataupun sebagai prestise Anda ditengah-tengah komunitas Anda.

Dengan uang Anda bisa “membahagiakan” orang lain. Akan lebih baik menjadi seorang yang kaya syukur daripada miskin sabar, value added orang yang kaya syukur bisa menafkahkan sebagaian rizkinya untuk membantu orang lain. Benarkah ?

Dengan uang Anda bisa membahagiakan keluarga, Anda menyekolahkan anak Anda ke sebuah sekolah peringkat atas dari segi prestasi akademik, Anda bisa membuatkan rumah yang nyaman untuk keluarga Anda. Anda bisa pergi umrah bersama-sama keluarga. Anda bisa hidup nyaman, tidak kesusahan tidak khawatir kehabisan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Walhasil, uang adalah ukuran dalam membahagiakan keluarga. Benarkah?

Pada suatu hari, saya melaksanakan sholat jumat di Mesjid Istiqomah Bandung. Sang khotib pada saat itu berkhutbah membahas masalah uang, khutbah terus berlanjut, sampai pada pemaparan sang Khotib bahwa kita harus me-reinterpretasi secara literal, surat Al-Kafirun : “Katakanlah (wahai Muhammad) wahai orang-orang kafir, saya tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, kamupun tidak akan menyembah apa yang saya sembah, dan saya pun tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Menurut sang khotib, bahwa objek penyembahan pada saat ayat ini turun adalah berhala yang dijadikan sebagai simbol Tuhan, karena zaman telah berubah maka objek penyembahan pada zaman sekarang ini bukanlah berhala lagi, tetapi mungkin itu adalah uang. Dimana manusia seolah-olah telah menjadikan uang sebagai sesembahan, dan prima causa kehidupan pada saat ini. Saya kaget, sang khotib berani untuk berwacana reinterpretasi secara literal surat Al Kafirun, saya kurang mengerti metodologi penafsiran ayat, dan terlepas apakah yang dilakukan sang khotib tersebut dianggap wajar atau tidak. Namun yang pasti, saya setuju dengan ucapan sang khotib bahwa seolah-olah pada zaman sekarang uang telah dijadikan sebagai Tuhan, prima causa segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan.

Paradigma uang (Money Perspectives)

Paradigma atau cara pandang selalu mendasari setiap prilaku baik individual, maupun kelompok. Cara pandang menentukan pencitraan, penggambaran dan pembentukan sesuatu. Cara pandang menurut para ahli selalu dilatarbelakangi oleh agama, budaya, pendidikan, sejarah, geografi dan teknologi (Aslam, 2006). Cara pandang akan senantiasa mempengaruhi pola pikir, niat, prilaku dan tindakan manusia. Ilustrasi untuk menjawab hal itu, bisa dielaborasi dalam kasus permasalahan ekonomi. Menurut sarjana barat[1] ilmu ekonomi adalah studi tentang pilihan manusia yang menghadapi kelangkaan sumber daya (economics is a study of choices made by people who are facing scarcity), manusia berinteraksi dengan sesama manusia lain dan alam untuk menentukan pilihan terhadap kelangkaan ini, dalam berinteraksi dengan orang lain manusia memerlukan sebuah aturan, hukum ataupun regulasi yang didapat dari alam (natural laws) dan masyarakat (societal laws). Dalam kaitannya dengan hukum masyarakat, sebagai produk hukum atau aturan yang dibangun dan berkembang di masyarakat, maka kelompok manusia yang mendiami sebuah masyarakat ini dipengaruhi oleh pandangannya ketika merumuskan, menetapkan dan mengaplikasikan aturan atau hukum ini. Jadi dalam ekonomi pun, manusia tidak bisa berpisah dari pandangan ini, yang kemudian diistilahkan dengan pandangan dunia (worldview). Sekarang pertanyaanya paradigma seperti apakah yang membangun teori ekonomi atau yang mempengaruhi peradaban kita pada saat ini??

Apakah anda setuju bahwa uang telah menggantikan posisi Tuhan pada zaman sekarang?

Jawabannya kembali kepada Anda, apakah Anda orang yang menjadikan uang sebagai kehidupan itu sendiri, ataukah Anda yang menjadikan uang hanya sebagai salah satu alat dalam kehidupan untuk mencapai kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan yang ukurannya bukan dilihat dari uang, kebahagiaan yang bukan dicapai dengan uang, kebahagiaan yang datang dari kesadaran penuh sebagai manusia yang mempunyai kesadaran diri, kemauan bebas, kreatifitas.



[1] Ketika melakukan analisis ekonomi, para sarjana barat tidak terlepas dari faktor vision atau paradigma dalam melakukan sebuah analisis. Sebagaimana pernyataan ekonom barat yaitu Heilbroner : without vision or a belief system (ideologi) there can be no economic analysis because there will be nothing to analyze (dalam Aslam 1997). Yang perlu dieksplorasi dan dikaji adalah perspective yang melatarbelakangi sarjana dalam menganalisis permasalahan ekonomi tersebut.

No comments: