Translate

Saturday, September 29, 2007

Perjalanan Hidup

Perjalanan Hidup[1]

Rasanya baru kemarin saya menapakkan kaki di sebuah kawasan wisata Senggigi, daerah yang bernama Kerandangan di Nusa Tenggara Barat. Kenangan yang masih sangat jelas tergambar dalam bayangan entah jiwa ataupun bagian otak yang mempunyai tugas merekam kejadian yang telah berlalu. Ketika saya bersama-sama sahabat dan teman-teman organisasi bercengkrama dengan masyarakat sebuah desa di Kabupaten Karangasem, Bali dan masyarakat Pegayaman di Kabupaten Buleleng. Kenangan kembali tergambar secara jelas ketika saya berjalan dengan Istri tercinta di Kawasan Taman Melati menuju ke sebuah stasium LRT untuk pergi menuju Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC) melihat gedung Petronas yang sangat penomenal di tengah ibukota Malaysia. Rasanya baru dua hari kemarin saya menikmati waktu bersama istri tercinta di sebuah Mall Tematik di kawasan Cihampelas Walk, Bandung, Jawa Barat sambil duduk bersanda gurau menikmati dua buah roti. Bahkan rasanya baru kemarin, saya berlari-lari di sebuah jalan kecil ditengah sawah dikawasan Jalan Ciledug Garut, bersama-sama dengan sahabat SMP saya, ketika kami bersama-sama menuntut ilmu di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut. Bahkan rasanya baru kemarin saya berlari-lari menghindari kejaran teman, dalam sebuah permainan yang bernama Galah, di belakang pasar inpres didepan terminal Cileunyi Kabupaten Bandung.

”Rasanya baru kemarin” selalu dibumbui dengan aneka perasaan hati dan jiwa, perasaan sedih, kecewa, senang, bahagia, marah, dan berbagai suasana hati yang hanya tergambar dari realitas kehidupan tanpa bisa ditransformasi kedalam bahasa verbal.

Kontemplasi saya terhadap rangkaian kata ”lahwuun wa laibun” yang berarti ”canda gurau”, yang digunakan dalam salah satu ayat Quran dalam menggambarkan hidup manusia, bagaikan lautan makna dan interpretasi yang tidak berujung. Bagaikan lingkaran yang tidak mempunyai tepi dan terus menerus berputar di jalan yang sama.

Apakah makna ketika kesedihan menjumpai dan akrab dengan kehidupan seorang anak yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya, tanpa mewariskan sepeser pun harta kekayaan untuk dimanfaatkan. Apakah makna ketika peluru senjata pasukan Zionis Israel (laknatullah) menghantam dan menghancurkan tulang putih seorang anak lugu yang dipeluk Bapaknya yang bernama Muhammad ad Durra. Apakah makna ketika ratusan orang berebut sepotong roti disebuah desa di negara Somalia, hanya untuk bertahan hidup pada hari itu saja. Apakah makna ketika banyak orang yang mengaku Islam menghabiskan uang dalam satu malam ribuan dollar Amerika hanya untuk mengenyangkan kesenangan duniawi belaka. Apakah makna ketika Husein ra. –cucu Nabi Muhammad SAW – dibantai di padang Karbala oleh pasukan yang loyal terhadap Yazid bin Muawiyyah. Realitas sejarah dan kenyataan kehidupan itu seolah membelaikan tangan untuk diketahui dan dicarikan maknanya, kenapa itu semua menampakkan kehadirannya ditengah kehidupan manusia.

Hidup adalah sebuah perjalanan antara, antara sifat kemanusiaan menuju sifat ketuhanan, ???

Cinta manusia: Hubbud ad dunya?

Kehidupan modern sekarang ini manusia terpana dengan kegemilangan materialisme yang telah menjelma menjadi sebuah penomena hidup yang menyelimuti eksistensi manusia sebagai sebuah entitas alam ruh dan alam materi. Filsafat materialisme seolah telah menemukan tempatnya dengan membuat fondasi yang kokoh dalam kehidupan manusia yang menyulap manusia menjadi makhluk materialistik yang jauh dari visi penciptaan manusia itu sendiri. Keadaan itu telah menarik kembali kajian tentang tasawuf klasik yang menjelma menjadi istilah tasawuf modern, sebagai perwujudan dari tasawuf yang hidup ditengah kehidupan modern. Oleh karena itu, sebagian sarjana-sarjana muslim dewasa ini sering sekali mengutip dalil-dalil yang mereka jadikan rujukan sebagai salah satu bencana besar manusia yang menyerang orientasi manusia hakiki, yaitu hubbub ad dunya wa kharohiyatul maut (cinta dunia dan takut mati).

Batasan hubbud ad dunya seolah menjadi rancu, cinta dunia yang seperti apa yang memenjarakan manusia dalam kejahatan dan keburukan yang dikutuk oleh Allah SWT, sehingga merusak keimanan dan keislaman itu sendiri. Pertanyaan berlanjut dengan ungkapan apakah cinta manusia bisa dikategorikan sebagai cinta dunia? Cinta yang seperti apa yang dikategorikan dalam dalil tersebut? Batasan cinta seperti apa yang bisa memenjarakan manusia dalam keburukan dan kejahatan?

Nabi Muhammad Saw diriwayatkan sebagai sosok manusia agung yang sangat mengasihi kepada keluarganya, sahabatnya, umat islam dan umat manusia, dengan tidak memandang keyakinan yang dianut (perwujudan ukhuwah insaniyah?). Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw mempunyai kebiasaan memberikan makan kepada seorang gelandangan yahudi buta yang biasa ”mangkal” disebuah pasar di Madinah, setiap hari kelakuan orang yahudi ini menjelek-jelekan, mencela, menfitnah, Nabi Muhammad Saw. Ketika Nabi Muhammad Wafat, Abu Bakar as Shidieq ra. Berikrar untuk meneruskan kebiasaan mulia Nabi Muhammad Saw ini, dengan memberikan makan kepada gelandangan yahudi buta tersebut. Kemudian terjadi dialog singkat, gelandangan yahudi tersebut memegang tangan Abu Bakar As Shidieq ra, ”Siapa engkau??” kata gelandangan yahudi. ”Engkau bukan orang yang biasa memberikan makanan kepadaku?”, Abu Bakar as Shidieq keheranan, ”Kenapa Kamu tahu bahwa saya bukan orang yang biasa memberikan makanan padamu, padahal engkau buta?”. Orang yahudi itu menjawab, ”Orang yang suka memberikan makanan kepadaku, selalu menyuapiku, sebelum dia menyuapiku, dia selalu mengunyahkan makanan tersebut terlebih dahulu, sebelum disuapi kepadaku, karena aku orang buta yang sudah tidak mempunyai gigi”. Mendengar penjelasan orang buta tersebut, Abu Bakar nangis tersedu-sedu, hatinya tidak kuat menahan kebaikan yang telah dilakukan Nabi Muhammad Saw, ”alangkah mulianya engkau wahai Rasul Allah, engkau begitu baik kepada orang telah menjelek-jelekan mu, mengutukmu dan berbuat tidak baik kepadamu. To be continued......



[1] Ditulis oleh Yudi Ahmad Faisal. Untuk istriku tercinta, anakku terkasih. June 2007.

No comments: