Translate

Friday, February 24, 2017

Berguru Pada Anak Jalanan



Alkisah, ada seorang anak yang hidupnya bergantung pada kerasnya kehidupan jalanan. Dikala anak-anak seusianya mendapatkan curahan kasih sayang orang tua, sang anak hanya berharap belas kasih orang lain yang dimintainya uang recehan hanya untuk menyambung realitas kehidupan pada hari tersebut. Hidup tanpa belaian orang tuanya tidak pernah hadir dalam bayangan paling ekstrim sekalipun. Tapi itulah takdir, ketetapan Sang Pencipta, roda kehidupan harus terus berjalan tanpa kehadiran ayah bunda.


Suatu hari, sang anak mengemis di perapatan jalan seperti biasanya. Tatkala tangannya ditengadahkan keatas untuk meminta belas kasihan dari sebuah mobil sedan, alangkah terkejutnya dia ketika melihat salah satu penumpang mobil tersebut dipenuhi oleh alat-alat disekitar mulut dan dadanya. Alih-alih meminta uang, sang anak penasaran bertanya untuk apakah alat-alat tersebut dipakai oleh wanita penumpang mobil itu. Sang wanita menjelaskan bahwa alat tersebut berfungsi menyambung kehidupannya karena dia menderita penyakit paru-para langka. Lanjut menjelaskan, sang wanita mengaku telah menjalani 12 kali operasi hanya untuk berharap kepada Sang Pencipta untuk diberikan ijin hidup lebih lama lagi. Mengejar harapan tersebut telah mendatangkan resiko kehilangan penglihatan kedua matanya.


Mendengar penuturan sang wanita, si anak mulai menitikkan air mata. Kesedihan karena haru dan rasa syukur tidak bisa membendung tangisnya dihadapan wanita tersebut. Dalam hatinya, mungkin sang anak berpikir bahwa alangkah beruntungnya dia masih diberikan kesehatan ditengah-tengah kerasnya kehidupan jalanan, jika dibandingkan dengan wanita tersebut yang tidak bisa apa-apa kecuali berharap pada alat penyambung kehidupan. Melihat deraian air mata dari sang anak, wanita tersebut memegang tangan sang anak untuk menenangkan, dan meminta untuk sama-sama berdoa diberikan kekuatan dan ketabahan oleh Tuhan yang Maha Kuasa atas episode kehidupan yang sedang mereka jalani.


Selesai berdo’a, sang anak dengan susah payah merogoh saku celana miliknya. Akhirnya dia menemukan dua koin hasil mengemis. Dengan hati berat dan bercurucan air mata, sang anak memegang tangan wanita tersebut sambil berkata: “ambillah dua koin harta milikku ini untuk biaya operasimu. Mudah-mudahan uang yang sangat sedikit ini, mampu membantu proses operasimu sehingga engkau bisa menjalani hidup dengan normal kembali”. Sang wanita tidak bisa membendung air mata haru, atas ketulusan sang anak memberikan uang hasil mengemis. Uang yang seharusnya digunakan sang anak untuk membeli sesuap nasi untuk bekal hidup hari tersebut, tetapi malah diberikan kepada orang lain. Keteladanan sang anak tersebut, diabadikan oleh seorang yang pengendara mobil yang lain yang kebetulan berada disamping mobil yang ditumpangi wanita tersebut dan diunggah ke media sosial. Dalam beberapa minggu terkumpul uang yang cukup untuk biaya operasi yang membuat kehidupan wanita tersebut lebih baik dari sebelumnya. Sang anak tersebut bernama John Thuo, yang kemudian diadopsi oleh dan sang wanita yang bernama Gladys Kamande dari Nairobi, Kenya.


Teringat pepatah bijak “Janganlah Engkau melihat kepada baju yang dikenakan seseorang, tetapi lihatlah kepada akhlaknya”. Realitas sosial mungkin menggolongkan anak tersebut kedalam masyarakat miskin, dan tidak berpendidikan. Tetapi akhlaknya menggambarkan sang anak sebagai sosok yang kaya, yang mampu bersedekah dengan ikhlas dengan semua harta yang dimilikinya. Sang anak mungkin tidak berpendidikan formal, tetapi dia telah memberikan teladan dan mengajari kita semua bagaimana merealisasikan pepatah-pepatah bijak yang hanya terpampang kaku di dinding-dinding sekolah maupun di dunia maya seperti yang saya sedang lakukan. Sungguh benar firman Sang Pencipta, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Ali Imran: 92).


Wallohu a’lam bishowab.

YAF, 6.59

No comments: